17 Agustus = Refleksi Diri


17 Agustus 1945 adalah momen memperingati hari kemerdekaan negeri kita tercinta, momen untuk mengingat betapa tingginya perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Berbagai desa, kota di Indonesia dihiasi umbul-umbul berwarna merah putih, berbagai macam lomba pun digelar mulai dari lomba makan kerupuk,memindahkan kelereng, memindahkan paku dan lain-lain. Dibalik riuhnya peringatan 17 Agustus,mari kita menjadikan momen ini sebagai refleksi diri apa yang dapat kita berikan untuk negeri ini? Karena untuk mengubah suatu bangsa bisa dimulai dari hal yang paling kecil yaitu mengubah diri kita sendiri.  Refleksi pencapaian suatu bangsa dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya aspek ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya nya. Antara keempat aspek tersebut saling berhubungan, tingkat pendidikan, kondisi ekonomi menentukan perilaku masyarakat meskipun tidak sepenuhnya.
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang sangat melimpah, mempunyai potensi yang tinggi untuk menjadi sebuah negara yang mandiri, didukung oleh jumlah penduduk yang tergolong tinggi, 2 hal tersebut dapat dijadikan sumber kekuatan negeri tercinta ini jika dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Potensi sumber daya alam di Indonesia mayoritas terdapat di desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 jumlah desa di seluruh Indonesia adalah 66.725. Desa tersebut tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Setiap desa mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, udara yang masih sejuk, air yang jernih, kicauan burung, desis-desis serangga selalu menghiasi. Antara desa yang satu dengan desa yang lain berbeda dalam hal budaya, kekayaan alam, tipe masyarakat, dll. Jika diberdayakan dengan konsisten maka desa-desa di Indonesia menjadi keunggulan tersendiri bagi Indonesia dibanding dengan bangsa lain. Permasalahannya adalah belum banyak keunggulan dari setiap desa di Indonesia yang tereksplorasi, dikarenakan kurangnya tekad dari warga desa tersebut dan pemerintahan setempat. Minimnya daya kreativitas warga membuat mereka kurang percaya diri untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada di setiap desa tersebut. Oleh karenanya tugas seorang biolog muda adalah menumbuhkan inisiatif warga untuk mengeksplorasi desa mereka.
Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh biolog muda dalam membangun desanya adalah mengenali kebutuhan publik. Indonesia sejak tahun 2016 memasuki pasar bebas ASEAN, warga negara asing bebas untuk berkarir di Indonesia, didukung dengan adanya bebas visa antar warga negara ASEAN, maka sudah tidak heran lagi jika kita sering melihat adanya turis yang berlalu lalang di negeri kita. Memasuki MEA maka kebutuhan warga negara asing terhadap Indonesia salah satunya adalah mempelajari keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia, karena negeri ini sangat kaya. Berbondong-bondong mereka ke Indonesia bahkan hanya untuk mencari sejumput lumut, yang kemudian mereka mengunyahnya lalu membawa ke negara mereka dan dalam waktu singkat sudah dijadikan publikasi internasional karena ternyata dalam lumut tersebut terdapat zat antibiotik yang sangat bermanfaat, atau mereka meminta untuk diajak ke hutan mangrove hanya untuk meneliti larva apa yang berada di perairan sekitar mangrove, untuk kemudian dijadikan publikasi internasional.
Jika sudah berhasil menganalisa kebutuhan publik, langkah kedua adalah melihat kondisi desa kita. Apa saja yang terdapat dalam desa kita? Apakah banyak kekayaan alam di desa ini yang dibutuhkan oleh publik? Atau adakah kekayaan-kekayaan alam yang ada di desa ini yang masih belum terkesplorasi padahal sebenarnya sangat dibutuhkan oleh publik? Kita bisa mengambil contoh dari sepetak pohon jati di sebelah sawah yang sudah ditanam oleh keluarga kita 5 tahun yang lalu. Cobalah menganalisis kondisi tanah disana, bagaimana kandungan bakteri Actinomycetes nya, apakah sangat tinggi?Jika iya, maka hasil isolat dari tanah tersebut sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai antibiotik. Lalu dengan pohon jatinya, kita bisa memanfaatkan rindangnya untuk dijadikan sebagai objek wisata. Masyarakat metropolitan sangat menyukai wisata-wisata yang menyajikan keindahan alam. Juga tentang pemanfaatan organ-organ dari pohon jati tersebut,seperti daunnya, batangnya. Lain tempat, lain fungsi, bila kita menengok kumpulan ayam yang dipelihara oleh warga desa, apa yang melintas dalam benak kita? Secara langsung kita pasti berfikir bahwa setiap harinya ayam tersebut menghasilkan kotoran yang baunya lumayan menyengat,meskipun hanya memelihara beberapa ekor. Bayangkan bila warga desa tersebut diberdayakan untuk beternak ribuan ekor ayam,berapa banyak kotoran yang dihasilkan? Dari kotoran tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik, untuk menumbuhkan aneka macam sayuran dan buah-buahan yang bernilai ekonomi.
Seorang biolog yang menyadari perannya tidak hanya belajar di dalam kelas, terkungkung dalam balutan tugas, laporan, dan praktikum yang menjemukan, yang paling penting adalah bagaimana mengaplikasikan ilmu yang kita dapat di perguruan tinggi ke tengah masyarakat. Karena setinggi apapun ilmu kita jika tidak diterapkan untuk membawa perubahan ke masyarakat hal itu kurang berguna. Biolog muda selayaknya memperbanyak perjalanan-perjalanan ke desa sekitar, ke desa dari kabupaten lain, atau bahkan ke luar negeri dengan 1 tujuan yaitu mencari ilmu sebanyak-banyaknya, pengalaman sebanyak-banyaknya sehingga ilmu dan pengalaman tersebut dapat diaplikasikan ke masyarakat, membuat perubahan di masyarakat,memberdayakan potensi alam yang ada  di desa tersebut untuk kepentingan masyarakat sekitar.
Uraian di atas hanya cuplikan space-space tertentu di desa kita yang dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, untuk penelitian, pendidikan, ekonomi, budaya dan lainnya. Masih banyak yang bisa dilakukan oleh seorang biolog muda untuk mengeksplorasi kekayaan alam yang ada di desa mereka. Menumbuhkan inisiatif warga untuk mengekplorasi desa mereka tidak bisa dilakukan secara langsung, kita membutuhkan perjuangan yang konsisten untuk membersamai mereka, mengubah paradigma mereka bahwa kekayaan alam mereka tidak berguna, mensosialisasikan secara bertahap dan telaten apa manfaat yang mereka dapatkan jika mereka berhasil mengeksplorasi keunggulan desa mereka. Dan pergerakan ini tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, seperti kepala desa, ketua RT, ornag-orang yang ahli berkomunikasi sehingga dapat menarik inisiatif warga. Jika hal ini dilakukan secara konsisten dan berkensinambungan, bersinergis antara pihak yang satu dengan yang lain, maka bukan angan-angan bahwa desa-desa di Indonesia menjadi daya tarik turis untuk berkunjung, menjadi pusat edukasi, pariwisata dari masyarakat metropolitan. Yang dibutuhkan dari sebuah perubahan adalah tekad dan konsisten. Mari para biolog muda menjadikan momen perayaan kemerdekaan ini sebagai sebuah perenungan apa yang akan dan sudah kita berikan untuk negeri ini? Mari maksimalkan. Selamat membawa perubahan!